Hisyam, Ciek Julyati. 2018. Perilaku Menyimpang Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Halaman 7380.

Konsep Penjahat
Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, kejahatan merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang, selain penyimpangan, kenakalan, dan pelanggaran. Oleh karena itu, pelaku kejahatan (penjahat) dapat diklasifikasikan sebagai pelaku penyimpangan. Secara sederhana, penjahat dapat diartikan sebagai setiap orang yang telah melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik yang diproses secara hukum, maupun yang tidak diproses secara hukum. Seseorang dapat dikatakan sebagai penjahat apabila dalam perbuatan tersebut menimbulkan korban selain penjahat tersebut. Dari definisi tersebut, penjahat dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kriteria berikut.

Pertama, Berdasarkan Status Sosial Penjahat
Berdasarkan status sosialnya, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: white collar criminal (penjahat kerah putih) dan blue collar criminal (penjahat kerah biru). Penjahat kerah putih juga dikenal sebagai penjahat elite (elite criminal) karena pelaku kejahatan tersebut memiliki jabatan dan status sosial tertentu di masyarakat. Selain sebagai penjahat elite, penjahat kerah putih juga disebut sebagai penjahat kelas atas (the upper class criminal). Pada umumnya, bentuk kejahatan yang dilakukan oleh penjahat kerah putih ini berkaitan dengan kejahatan terhadap harta yang meliputi: kasus pencurian berat dan penggelapan berat.

Sementara itu, para pelaku kejahatan di luar kedua kasus tersebut digolongkan sebagai penjahat kerah biru. Penjahat kerah biru juga disebut sebagai penjahat kelas bawah (the lower class criminal). Penjahat ini tidak memiliki jabatan dan status sosial tertentu di masyarakat. Penjahat ini pada umumnya berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu, jenis kejahatan yang dilakukan penjahat kerah biru tergolong sebagai kejahatan jalanan, seperti: perampasan, penipuan, penodongan, penganiayaan, dan sejenisnya yang dilakukan secara spontan/insidental.

Kedua, Berdasarkan Tingkat Kerapian Organisasi
Berdasarkan tingkat kerapian organisasi, penjahat dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu penjahat yang terorganisasi dan penjahat yang tidak terorganisasi. Penjahat yang terorganisasi artinya penjahat tersebut mampu menerapkan prinsip-prinsip manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, pemantauan, dan sebagainya, dalam melakukan tindak kejahatan. Selain itu, dalam melakukan tindak kejahatan tersebut, penjahat tersebut juga melibatkan suatu organisasi tertentu. Sementara itu, penjahat yang tidak terorganisasi artinya kejahatannya dilakukan secara individual dan tanpa melibatkan organisasi di dalamnya.

Ketiga, Berdasarkan Kepentingan Pencarian Nafkah
Berdasarkan kepentingan pencarian nafkah, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penjahat profesional dan tidak profesional. Seorang penjahat dapat dikatakan sebagai penjahat profesional apabila perbuatan kejahatan yang dilakukan benar-benar menjadi sumber mata pencaharian utamanya, sehingga seorang penjahat profesional melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Sementara itu, seorang penjahat dapat dikatakan sebagai penjahat tidak profesional apabila penjahat tersebut melakukan kejahatan secara insidental dalam suatu situasi, kondisi, dan waktu tertentu. Penjahat tidak profesional tidak menjadikan perbuatan kejahatannya sebagai sumber mata pencaharian utamanya.

Keempat, Berdasarkan Aspek Kejiwaan Penjahat
Berdasarkan aspek kejiwaan, penjahat dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu: the episodic criminals (penjahat episodik), the mentally abnormal criminals (penjahat bermental abnormal), dan the non-malicious criminals (penjahat yang “dianggap tidak jahat”). Penjahat yang tergolong ke dalam penjahat episodik apabila kejahatan yang dilakukannya dilatarbelakangi karena adanya dorongan perasaan atau emosi secara mendadak, sehingga kejahatan yang dilakukan pun bersifat spontanitas dan tanpa rencana. Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus main hakim korban yang diduga mencuri pengeras suara masjid di Bekasi beberapa waktu lalu. Pelaku yang main hakim tersebut terdorong emosi secara mendadak, sehingga terjadilah aksi pembakaran korban yang diduga sebagai pencuri tersebut sampai meninggal dunia.

Sementara itu, penjahat bermental abnormal melakukan kejahatan karena mengalami gangguan kejiwaan. Menurut KUHP Pasal 44, penjahat bermental abnormal tidak dapat dipidana, melainkan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Sedangkan kriteria penjahat yang “dianggap tidak jahat” apabila perbuatan kejahatan yang dilakukannya belum diatur dalam hukum pidana yang berlaku. Selain itu, terdapat faktor budaya yang mempengaruhi perbuatan yang dilakukannya, meskipun tergolong sebagai suatu kejahatan. Contoh yang dimaksud adalah budaya carok di Madura. Budaya carok adalah suatu budaya yang mengharuskan seseorang untuk membunuh musuh yang telah merusak harga dirinya. Tindakan membunuh musuh dalam tradisi carok dilakukan untuk mengembalikan harga diri individu tersebut.

Kelima, Berdasarkan Aspek Kebiasaan Penjahat
Berdasarkan aspek kebiasaan, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: habitual criminals dan non-habitual criminals. Penjahat yang tergolong habitual criminals melakukan perbuatan kejahatannya secara terus-menerus dan sudah menjadi kebiasaan hidupnya sehari-hari. Sementara itu, penjahat yang tergolong non-habitual criminals apabila kejahatan tersebut dilakukan tergantung kondisi dan situasi tertentu, bukan karena faktor kebiasaan. Penggolongan kejahatan berdasarkan aspek kebiasaan penjahat hampir mirip dengan penggolongan kejahatan berdasarkan aspek kepentingan pencarian nafkah (antara yang profesional dan tidak profesional).

Keenam, Berdasarkan Aspek Tertentu dari Sifat Perbuatan Penjahat
Berdasarkan aspek tertentu dari sifat perbuatannya, penjahat dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu: the casual offenders (penjahat biasa), the occasional criminals (penjahat ringan), dan smuggler (penyelundup). Penjahat yang termasuk ke dalam kategori “penjahat biasa” yaitu berupa perbuatan yang melanggar ketertiban masyarakat, meskipun secara hukum belum tentu berupa kejahatan. Contoh perbuatan yang dimaksud seperti: pelanggaran jam malam, demonstrasi tanpa izin, dan sebagainya. Penjahat yang tergolong sebagai “penjahat ringan” yaitu berupa kejahatan ringan atau pelanggaran, tetapi menimbulkan korban, seperti peristiwa tabrakan antara mobil dan motor di jalan raya yang menimbulkan korban luka-luka atau tewas. Sedangkan penjahat yang tergolong sebagai penyelundup apabila perbuatan kejahatannya sudah menimbulkan kerugian besar bagi negara. Hal ini umumnya terjadi dalam proses perdagangan luar negeri, seperti: tidak membayar bea masuk atau kegiatan ekspor/impor yang dilakukan secara ilegal.

Ketujuh, Berdasarkan Usia Penjahat
Berdasarkan usia, penjahat terbagi menjadi dua bagian, yaitu: penjahat dewasa dan penjahat anak-anak. Penjahat dewasa sering disebut sebagai adult offenders, sedangkan penjahat anak-anak disebut sebagai juvenile delinquent. Menurut KUHP Pasal 45, ketentuan usia seorang penjahat disebut sebagai berusia dewasa apabila usianya di atas 16 tahun.